Bersama Hujan
Oleh : Sekar Illalang
Cintaku padamu datang bersama hujan dan kembali bersama hujan.
Masih terekam jelas dalam memori ketika aku berjalan sediri lalu berhenti disini untuk menunggu bis yang akan membawaku pulang. Bukan bermain, bercanda lagi. Hanya belajar selalu belajar demi nilai yang baik berderet di raport akhir tahunku.
Lalu sekarang setelah semua nilai indah yang aku dapat, apa lagi yang akan aku kejar? Predikat master of science sudah aku genggam. Perusahaan nomor satu se-Indonesia juga sudah ditanganku. Semua yang aku mau ada di depan mataku. Tapi selalu saja aku tak pernah bahagia…
♥♥♥♥
Sekolahku tercinta ini sudah berubah sunyi senyap. Cuma aku dan beberapa siswa lain yang malas pulang tinggal di sini. Aku asyik membaca koran dan majalah lawas yang aku sebut reverensi untuk makalah akhir tahunku. Tidak pernah rasanya aku menghitung waktu yang aku butuhkan untuk belajar atau mengerjakan tugas. Bahkan aku tak sadar ketika hujan turun dengan sangat lebat. Tidak wajar karena teman – temanku selalu protes ketika pelajaran ditambahkan waktu lima menit saja. Namun ketidakwajaran ini merupakan kunci suksesku nomor satu.
Mungkin sudah satu jam, mungkin juga dua jam, atau tiga jam malahan. Aku tetap membaca setiap artikel yang ada dalam koran lawas ini. Tanpa kusadari sosok itu mengawasiku. Mata tajamnya seperti hendak menerkamku dan aku benci itu.
Awalnya aku berpura-pura tak masalah tentang keberadaannya. Tapi aku menyerah sebab aku semakin salah tingkah. Gerakanku seakan dinilai dan ditelaah sedetail mungkin. Ingin rasanya aku berteriak memprotes dia yang menatapku terus. Tapi lidahku kelu untuk mengucapnya.
Aku bergegas pergi dari perpustakaan setengah berlari. Dia mengejarku tapi rasanya dia tidak berhasil. Aku bahagia bisa meninggalkannya bersama hujan.
♥♥♥♥
Niatku untuk unjuk gigi kepada teman–temanku tentang keahlianku berbahasa inggris batal. Hanya gara–gara ide bodoh noraknya. Ahh..entah apa yang ada dibenaknya. Ku rasa tanpa berteriak “SEKAR, I LOVE YOU” seisi kelas sudah paham tentang perasaannya kepadaku.
Serempak mereka mengejekku habis habisan tanpa mau mendengarkan apa yang ku rasakan. Terlalu egois memang mereka. Namun aku juga tidak ingin terlalu cengeng menghadapi rintangan dalam hidupku. Aku menahan seluruh air mataku lalu kembali duduk dengan perlahan. Aku terkejut, aku malu ,dan aku marah.
Tetapi saat pulang sekolah dia merubah rasaku padanya. Hujan turun begitu deras. Sialnya aku lupa membawa payung. Padahal besok bajuku harus ku pakai lagi karena aku hanya punya satu baju seragam. Aku yang bingung hanya bisa duduk memandang hujan. Lalu dia datang tanpa berkata sepatahpun. Dia meletakkan payung di depanku dan pergi. Aku terdiam melihatnya. Senyumku tak tertahan. Hujan , aku ingin membisikkan padamu bahwa aku menyukainya.
♥♥♥♥
Hari ini merupakan hari penting untukku. Sedari pagi aku telah mempersiapkan segalanya dengan matang. Mulai dari baju, sepatu, tas, dan tatanan rambut. Aku harus tampil sempurna.
Jam menunjukan pukul 8.00 dan aku sudah sampai di aula barat sekolah. Aku duduk di deretan terdepan sambil membaca buku. Sesekali aku berdoa untuk kelancaranku hari ini. Ini adalah sesi presentasi dari lomba karya ilmiah yang aku ikuti. Di sini ramai karena banyak supporter.
Sekarang tibalah saatnya, namaku sudah dipanggil. Seluruh rasa percaya diriku ku luapkan. Aku membuat presentasiku semenarik mungkin. Selain menarik presentasiku juga tepat sasaran maksudku sasaranku jadi juara satu. Dari atas panggung aku bisa melihat banyak orang. Namun hanya satu yang terang-terangan mendukungku. Ya..siapa lagi kalau bukan dia! Dia rela memakai kaos bertuliskan ‘SEMANGAT SEKAR’ . Jujur kali inii aku tak mampu menutupi rasa sukaku padanya. Alhasil tanpa terasa presentasiku selesai dengan sangat lancar sangat baik.
Kemudian aku turun dari panggung dengan senyuman sangat lebar. Dia pun menyambutku dengan penuh suka cita. Terbayang itu akan jadi moment spesial dalam hidupku. Namun semua berubah saat teh yang dia bawa tumpah di bajuku. Aku bagai orang terbodoh sedunia. Terlepas itu suatu unsur kesengajaan atau tidak., inilah mimpi burukku. Lalu setelahnya dewan juri mengumumkan aku masuk lima besar lomba tersebut. Aku harus mengikuti sesi wawancara setelah jam istirahat. Tetapi aku harus kalah dengan tidak terhormat sebelum bertanding hanya karena bajuku kotor. Sangat buruk bukan?
Aku menagis sejadi–jadinya. Dia hanya bingung menatapku.
Pulang adalah solusi terakhir yang ada untukku. Aku pulang saat hujan belum sepenuhnya reda. Dia berusaha mencegahku dan sengaja mengikutiku. Aku semakin marah. Aku sangat marah.
“Dasar rambut ikal! Dasar mata rabun ! Dasar tak tahu malu ! Mengapa tiada henti meneror hidupku ? Aku muak melihatmu ! Jangan pernah hadir dalam hidupku!!”
Aku berlari menembus hujan. Mengumpat semua kegagalan yang aku terima. Andai hujan dapat bicara.
♥♥♥♥
Jakarta, 28 Desember 2000
Dear Sekar,
Mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah jauh darimu. Ya..aku memang pergi jauh. Tersenyumlah Sekar, aku tak akan mengganggumu lagi. Aku berjanji akan memenuhi permintaanmu untuk tidak muncul lagi dalam hidupmu. Dan aku juga berusaha memegang janjiku hanya untukmu.
Aku masih ingat pertemuan pertama kita di perpustakaan. Aku memang lama memperhatikanmu. Sebenarnya aku ingin berkenalan denganmu saat itu. Namun aku takut dan malu biasalah syndrome murid baru. Sesungguhnya saat itu aku sangat ingin mengatakan padamu bahwa kau bisa meminjam makalahku untuk reverensimu. Lalu kau pergi ketakutan dan berlari menembus hujan. itulah pertama kali dalam hidupku seseorang mampu menggetarkan hatiku.
Sekar mungkin bila kau membaca surat ini aku tak mampu kau lihat lagi. Jadi hanya dalam surat ini aku mampu bicara denganmu untuk terakhir kalinya. Taukah kau saat yang tak pernah ku lupakan denganmu pasti bersama hujan. Bahkan saat kau lari karena beci padaku juga saat hujan. Hujan pun selalu mengingatkanku padamu dan sekarang saat ku tulis surat ini juga saat hujan.
Sekar, cintaku padamu datang bersama hujan dan kembali bersama hujan. Terima kasih untuk semua rasa yang kau buat. Aku tak akan melupakanmu seumur hidupku. Maafkan aku yang mencintaimu.
Cintaku padamu datang bersama hujan dan kembali bersama hujan.
Penggemarmu
Fajar
Sekarang sudah sepuluh tahun kau pergi,aku hanya bisa menagisi semua kesalahanku. Hujan yang jatuh rasanya memaki kesalahanku dan keegoisanku. Bahkan aku tak pernah mengijinkan hatiku untuk ikut bicara.
Hujan masih membisu. Tanganku memegang erat selembar surat lusuh. Hampir tiap hari aku membacanya.Berharap waktu dapat berputar kembali.
Aku tak pernah mendapatkan cinta lagi. Mungkin cinta untukku hanyalah kamu. Atau mungkin ini karma bagiku karena menyiakanmu. Sungguh aku hanya bisa menangis mengingatmu. Mengingat kalimat terakhir suratmu.
Cintaku padamu datang bersama hujan dan kembali bersama hujan.
2/12/2011 10:24:36 PM
Behind the science :
Cerpen ini sebenarnya nggak sengaja aku tulis. Versi aslinya sebenernya panjang banget, aku mulai nulis cerpen ini dari awal tahun 2011 dan selesai bulan November 2011. Cerpen ini juga udah ikut seleksi salah satu antologi tapi sayang nggak diterima. Aku sedih banget waktu cerpen ini ditolak soalnya aku udah nunggu pengumumannya dari jam 6 sore sampai jam 11 malem. Pokoknya cerpen ini sesuatuh banget! *menyibakan jilbab ala Syahroni. Karena tentang hujan, jadi aku nulisnya nunggu hujan turun. Aku suka banget hujan tapi sayang aku alergi dingin jadi nggak boleh huja-hujanan. Ini menyedihkan banget, nyesek!
0 komentar:
Posting Komentar